TUGAS
INDIVIDU
PENGANTAR
ILMU HUKUM (PIH)
TENTANG TUJUAN HUKUM
DI
SUSUN OLEH :
SUHAIMI
NIM
: 11307414026
FALKULATAS HUKUM
STIH KUALA KAPUAS
STIH KUALA KAPUAS
2014
BAB
3
TUJUAN
HUKUM
Mengingat banyak berbagai pendapat yang berbeda-beda tentang
tujuan hukum, maka untuk mengatakan secara tegas tentang apakah itu tujuan
hukum adalah sulit. Ada yg beranggapan bahwa tujuan hukum itu
kedamaian, keadilan, kefaedahan, kepastian hukum & sebagainya. Kesemuanya
ini yg menunjukkan bahwa hukum itu merupakan gejala masyarakat.
Mengenai pendapat dari berbagai
ahli dan Sarjana hukum dapat diketengahkan sebagai berikut.
Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
Dalam
bukunya "Perbuatan Melanggar Hukum" mengemukakan bahwa tujuan
hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagian dan tata tertib dalam
masyarakat.
Ia
mengatakan bahwa masing-masing bahwa anggota masyarakat mempunyai kepentingan
yang beraneka ragam. Wujud & jumlah kepentingannya tergantung pada wujud
dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat
masing-masing.
Hawa nafsu masing2 menimbulkan keinginan untuk mendapatkan
kepuasannya dalam kehidupan sehari-hari dan supaya segala kepentingannya
terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tesebut timbul berbagai
usaha untuk mencapainya, yg mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara
bermacam-macam kepentingan para anggota masyarakat. Akibat bentrokan trsebut
masyarakat menjadi guncang dan keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan
keguncangan dlam masyarakat iniah sebetulnya maksud daripada tujuan hukum, maka
hukumlah yang menciptakan berbagai hubungan tertentu di dalam masyarakat.
Prof. Subekti, S.H.
Dalam bukunya "Dasar-dasar Hukum &
Pengadilan", Prof. Subekti, SH mengemukakan bahwa hukum itu
mengabdi pada tujuan negara yang intinya adalah mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan rakyat-nya. Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara
menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban". Keadilan
ini digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang membawa kententraman di dalam
hati orang yang apabila melanggar menimbulkan kegelisahan dan guncangan. Kaidah
ini menurut "dalam keadaan yang sama dan setiap orang menerima bagian yang
sama pula"
Menurut Prof. Subekti, SH, keadilan berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa dan setiap orang diberi kemampuan dan kecakapan untuk
meraba dan merasakan keadaan adil itu. Dan segala apa yang ada didunia ini
sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia.
Dengan demikian hukum tdak hanya mencarikan keseimbangan
antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga
untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan
"ketertiban" atau "kepastian hukum".
Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn
Dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het
Nederlandserecht", Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum
adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat
yang adil dengan mengadakan pertimbangan antara kepentingan yang bertentangan
satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang
menjadi haknya. Pendapat Van Apeldoorn ini dpat dikatakan jalan tengah
antara dua teori hukum, teori etis dan utilitis.
Dalam
bukunya "rhetorica" mencetuskan teorinya bahwa, tujuan
hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang
tidak adil.
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci & luhur,
ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia
terima yang memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Oleh
karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan "Algemeene regels"
(peraturan/ ketentuan2 umum). Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur
demi kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat menimbulkan
ketidakadilan.
Berdasarkan peraturan-peraturan umum pada kasus-kasus
tertentu hakim diberi wewenang untuk memberikan keputusan. Jadi penerapan
peraturan umum pada kasus-kasus yang konkret diserahkan pada hakim, maka dari
itu tiap-tiap peraturan umum harus disusun sedemikian rupa sehingga hakim
dapat/ diberi kesempatan untuk melakukan penafsiran di pengadilan.
Jeremy Bentham
Dalam bukunya "Introduction to the morals and
legislation", yg mengatakan bahwa tujuan hukum
semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititikberatkan pada
hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memerhatikan
soal keadilan. Teori yang berhubungan dengan kefaedahan ini dinamakan teori
utilitis, yang berpendapat bahwa hukum pada dasarnya bertujuan untuk
mewujudkan apa yang berfaedah bagi orang yang satu dapat juga merugikan orang
lain, maka tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-banyaknya.
Disini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama daripada
hukum.
Mr. J.H.P. Bellefroid
Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut. Ia
menyatakan dalam bukunya "Inleiding tot de Rechtswetenshap in Nederland"
bahwa isi hukum harus ditentukan manurut dua asas ialah asas keadilan dan
faedah. (De inhoud van het recht dient te worden bepaald onder leiding van
twee grondbeginselen t.w. de recht-vaardigheid en de doelmatigheid).
Prof. Mr. J Van Kan
Ia berpendapat bahwa tujuan hukum menjaga
kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat
diganggu. Disini jelaslah bahwa tujuan hukum bertugas untuk menjamin kepastian
hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap orang
tidak menjadi hakim sendiri (eigenrichting is verboden). Akan tetapi
tiap2 perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan berdasarkan hukum
yang berlaku.
Buku Hukum yang dipakai daalam penulisan ini :
- Soeroso, 2004. Pengantar
Ilmu Hukum. Penerbit Sinar Grafika: Jakarta.
RELEVANSI
PERBINCANGAN TUJUAN HUKUM DALAM ILMU HUKUM
Maka saya akan kembali ke dalam
sebuah buku yang bersumber dari Prof,
Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H, M.S., LL.M.
Untuk membuat rangkuman dalam buku tersebut. Dalam pembahasan tujuan hukum di dalam buku menyatakan
bahawa tujuan hukum adalah merupakan
karakteristik aliran hukum alam berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
transenden dan metafisis.
v
Hukum juga di pandang segala gejala
sosial , yaitu sesuatu yang selalu ada dalam kehehidupan sosial dan
keberadaannya karena di buat oleh penguasa.
v
Karena di buat oleh penguasa, keberadaan
hukum tidak dapat di lepaskan dari pertimbangan-pertimbangan politik, ekonomi,
sosial, dan budaya.
v
Pertimbangan-pertimbangan itu sebenarnya
lebih berkaitan dengan pembuatan undang-undang dan proses peradilan.
v
Akan tetapi esensi hukum. Yaitu hakikat hukum yang justru menjadi dasar pijakan
dalam pembuatan undang-undang maupun pengambilan keputusan dalam proses
peradilan dan tindakan eksekutif.
v
Di dalam hukum administrasi di kenal
adanya fresies ermessen atau discretionary power, yaitu suatu
tindakan yang di lakukan tanpa landasan tertulis tetapi karena tujuannya untuk
nilai yang lebih tinggi harus di lakukan, bahkan meskipun tindakan itu
merugikan kepentingan beberapa orang guna menyelamatkan banyak orang.
v
Tujuan hukum mengarahkan kepada sesuatu
yang hendak dicapai. Oleh karena itulah, tidak dapat disangkal kalau tujuan
merujuk kepada sesuatu yang ideal sehingga dirasakan abstrak dan tidak
operasional atau tidak bisa di amati.
v
melainkan merupakan suatu perjalanan
menuju tujuan tertentu yang dalam bahasa Yunani disebut telos (τέλος)
v
Pandangan teleologis yang merupakan
bagian dari hukum alam kuno ternyata masih dapat bertahan apabila di terapkan
kepada manusia tetapi tidak dapat diterapkan kepada manusia tetapi tidak dapat
di terapkan kepada binatang dan benda-benda tidak bernyawa.
v
Menurut Aristoteles, manusia harus
mencari persamaan-persamaan yang melandasi gerakan dan perubahan yang dilihat
boleh manusia.
v
Semua karya Aristoteles tentang kehidupan
manusia tampak didasarkan pada hakikat manusia yang mempunyai tujuan: segala
sesuatu yang ada di alam mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
v
Thomas Aquinas mengemukakan empat macam
hukum, yaitu lex aeterna, lex naturalis,
lex divina, dan lex humana.
v
Di dalam lex aeterna terdapat pikiran ilahi yang berisi tentang suatu
rencana yang keteraturan untuk mencapai tujuan.
v
Lex
naturalis terdiri dari bagian lex aeterna yang khusus berkaitan dengan manusia, Sementara manusia
tidak dapat mengetahui keseluruhan rencana Allah.
v
lex
divhina yaitu pedoman-pedoman dari Allah untuk mengarahkan
bagaimana seyogianya manusia bertindak.
v
lex
humana berisi aturan-aturan yang dibuat dengan menggunakan
kekuatan alat.
Thomas Aquinas mengemukakan empat
hal kecenderungan manusia yang dianggap baik yaitu :
Ø
Pertama, kecenderungan naluria manusia
untuk memelihara kehidupan.
Ø
Kedua, adanya kecenderungan antara
keinginan melakukan hubungan seksual dalam bingkai suami istri dan keinginan
membesarkan dan mendidik anak.
Ø
Ketiga, manusia mempunyai kerinduan
secara alamiah untuk mengetahui kebenaran tentang Allah.
Ø
Keempat, manusia ingin hidup dalam
masyarakat sehingga wajar bagi manusia untuk menghindari segala sesuatu yang
merugikan dalam pergaulan hidup tersebut.
v
Hart menyatakan bahwa keadaan optimum
manusia bukanlah tujuan manusia karena ia menginginkannya.
v
Thomas Aquinas memandang manusia bukan
sekedar makhluk berakal yang hanya mempunyai tujuan duniawi belaka.
v
Oleh karena itu, perbincangan mengenai
tujuan hukum masih relevan dalam mempelajari ilmu hukum.
PERKEMBANGAN
PANDANGAN
TENTANG
TUJUAN HUKUM
Perkembangan tentang tujuan hukum
masa kini semakin pesat berkembangannya karena masyarakat menyadari bahwa
terbentuknya hukum itu sangat lah penting untuk menyelamatkan orang-orang yang
telah tertindas dan menghidari pelecehan seksual, perampokan, pemerkosaan serta
kasus-kasus yang terjadinya di tanah air Indonesia agar hukuman yang setimpal
bagi yang melanggarnya yang tertera dalam undang-undang.
Pemikir
Yunani yang untuk pertama kalinya berbicara tentang tujuan hukum adalah
Aristoteles
secara hukum sebagai satu-satunya sarana yang tepat dan dapat dijadikan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik yang merupakan tujuan utama organisasi
politik.
Thomas
Aquinas menyatakan bahwa, “It is in the sense that we should understand the
saying that will of prince has the power of law. In other sense the will of the
prince becomes an evil rather than law.” Dengan demikian menurut Thomas
Aquinas, hukum tidak lain dari pada pengaturan secara rasional untuk
kesejahteraan dan sentosa (well-being) masyarakat secara keseluruhan tidak
peduli siapa yang membuatnya, pemerintah atau masyarakat.
v hukum,
awal abad modern tersebut didominasi oleh bentuk baru pandangan hukum alam yang
biasanya disebut sebagai aliran hukum alam klasik Pada abad XVII dan XVIII.
v aliran
hukum alam klasik ini memisahkan antara hukum dan teologi yang dalam hal ini
penggunaan nalar dalam membedakan antara lex
devina dan lex naturalis
sebagaimana dikemukakan Thomas Aquinas merupakan dasar berpijak aliran hukum
alam klasik.
v Perkembangan
aliran hukum alam klasik ini bisa dibedakan menjadi tiga periode, Ketiga
periode itu berkaitan dengan tingkatan perkembangan sosial, ekonomi, dan
intelektual.
1. Periode
pertama yang terjadi setelah Renaissance dan Reformasi merupakan proses
emansipasi terhadap teologi dan feodalisme adab Pertengahan.
2. Periode
kedua berlangsung hamper bersamaan dengan berkobarnya Revolusi Puritan Inggris
yang ditandai dengan tendensi menuju kapitalisme bebas dalam bidang ekonomi dan
liberalisme dalam bidang politik.
3. periode
ketiga ditandai dengan kepercayaan yang kuat terhadap demokrasi.
PERKEMBANGAN MAKNA
HUKUM DALAM HIDUP
BERMASYARAKAT
Dalam hal ini
Roscoe Pound mengemukakan kedua belas
gagasan dapat dipahami perkembangan makna hukum dalam hidup bermasyarakat.
1.
Pertama, hukum dipandang sebagai aturan
atau seperangkat aturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan oleh
kekuasaan yang bersifat Ilahi.
2.
Kedua, hukum dimaknai sebagai suatu
tradisi masa lalu yang terbukti berkenan bagi para dewa sehingga menuntun
manusia untuk mengarungi kehidupan dengan selamat.
3.
Ketiga, hukum dimaknai sebagai catatan
kearifan pada orang tua yang telah banyak makan garam atau pedoman tingkah laku
manusia yang telah ditetapkan secara Ilahi.
4.
Keempat, hukum dipandang sebagai sistem
prinsip yang ditemukan secara filosofis dan prinsip-prinsip itu mengungkapkan
hakikat hal-hal yang merupakan pedoman bagi tingkah laku manusia.
5.
Kelima adalah kelanjutan gagasan
keempat. Di tangan para filsuf, prinsip-prinsip itu ditelaah secara cermat, di
interpretasi, dan kemudian digunakan.
6.
Keenam, hukum dipandang sebagai
seperangkat perjanjian yang dibuat oleh orang-orang dalam suatu masyarakat yang
diorganisasi secara politis.
7.
Ketujuh, hukum dipandang sebagai suatu
refleksi pikiran Ilahi yang menguasai alam semesta.
8.
Kedelapan, hukum dipandang sebagai
serangkaian perintah penguasa dalam suatu masyarakat yang diorganisasi secara
politis.
9.
Kesembilan, hukum dipandang sebagai
sistem pedoman yang ditemukan berdasarkan pengalaman manusia dan dengan pedoman
tersebut manusia secara individual akan merealisasikan kebebasannya sebanyak
mungkin seiring dengan kebebasan yang sama yang dimiliki orang lain.
10.
Kesepuluh, sekali lagi, hukum dipandang
sebagai sistem prinsip yang ditemukan secara filosofis dan dikembangkan secara
perinci melalui tulisan yuristik dan putusan pengadilan.
11.
Kesebelas, hukum dipandang sebagai
seperangkat atau suatu sistem aturan yang dipaksakan kepada manusia dalam
masyarakat oleh sekelompok kelas yang berkuasa baik secara sengaja atau tidak
untuk meneguhkan kepentingan kelas yang berkuasa tersebut.
12.
Kedua belas, hukum dipandang sebagai
suatu gagasan yang ditimbulkan dari prinsip- prinsip ekonomi dan sosial tentang
tingkah laku manusia dalam masyarakat, ditemukan berdasarkan observasi,
dinyatakan dalam petunjuk-petunjuk yang bekerja melalui pengalaman manusia
mengenai apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan dalam pelaksanaan
keadilan.
TUJUAN
HUKUM DARI PERSPEKTIF ILMU SOSIAL
pandangan semacam itu meremehkan aspek eksistensial
manusia dalam hidup bermasyarakat. Salah satunya aspek eksistensial manusia
adalah terwujudnya rasa keadilan dalam hidup bermasyarakat, dalam perspektif ilmu sosial, konsep keadilan masuk ke dalam
bilangan filsafat. ilmu sosial,
v
menurut Lawrence Friedman,
keadilan diartikan sebagai bagaimana hukum memperlakukan masyarakat dan
bagaimana hukum mendistribusikan keuntungan dan biaya. Dan Friedman, menyatakan
bahwa setiap fungsi hukum baik secara umum atau spesifik bersifat alokatif dan
hukum merupakan suatu produk tuntutan sosial.
v Menurut
Erhard Blakenburg, nilai-nilai sosial ditentukan oleh
moda produksi yang digunakan oleh organisasi sosioekonomis suatu masyarakat.
Dan Blakenburg menyatakan bahwa berdasarkan catatan sejarah, modal produksi
yang digunakan oleh masyarakat yang lebih dahulu masih digunakan dan digunakan
secara bersama- sama dengan modal produksi yang baru.
v
Menurut Max Weber,
masyarakat modern merupakan suatu masyarakat yang rasional.
pandangan
utility yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, la mengemukakan bahwa, “the public good ought to be the object of
legislator; general utility should be the foundation of reasoning." Ia
mengemukakan lebih lanjut bahwa hukum harus ditujukan untuk menciptakan
kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang Utility yang ia maksudkan
dalam hal ini adalah utility yang bersifat umum.
MORAL
SEBAGAI LANDASAN TUJUAN HUKUM
Dalam banyak
literatur dikemukakan bahwa tujuan hukum atau cita hukum tidak lain dari pada
keadilan.
v
Menurut Gustav Radbruch,
menyatakan bahwa cita hukum tidak lain dari pada keadilan. Selanjutnya ia
menyatakan "Est autem jus a
justitia, sicut a matre sea ergo prius fuit justitia quam jus.”
v
Menurut Ulpianus "Justitia est perpetua et constans voluntas
jus suum cuique tribuendi” yang kalau diterjemahkan secara bebas keadilan
adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk memberikan kepada
orang apa yang menjadi haknya.
v
Menurut Aristoteles, manusia
secara alamiah berorientasi kepada tujuan tertentu. Tujuan manusia adalah
mendapatkan kebahagiaan.
v
Menurut Thomas Aquinas, binatang
berada dalam kendali kedua keinginan itu, sedangkan manusia melakukan kekuatan
kemauan dan pikiran yang dimilikinya, dapat melepaskan diri dari kendali-kendali
tersebut.
Kebenaran secara
moral yang mendasar adalah perintah kepada diri sendiri tentang “perbuatlah apa
yang baik dan hindari apa yang jahat” Lalu, perlu dipersoalkan “apa yang baik
apa yang jahat” itu. Untuk menjawab masalah ini Thomas Aquinas merujuk
kepada hukum alam. beberapa hal ternyata bersesuaian dengan nalar manusia.
v
Pertama, manusia mempunyai kewajiban
alamiah untuk mempertahankan hidup dan kesehatannya.
v
Kedua, kebutuhan alamiah manusia untuk
melanjutkan keturunan yaitu membesarkan dan mendidik anak merupakan keharusan
yang fundamental bagi kesatuan suami istri.
v
Ketiga, manusia yang berusaha mencari
kebenaran, ia akan menemukannya dalam suatu keharmonisan sosial dengan sesamanya.
Undang-undang
harus dapat mencerminkan prinsip moral dalam kerangka fungsi
eksistensial manusia. Dalam hal
demikian, undang-undang atau hukum secara keseluruhan tidak
mungkin dibuat bertentangan dengan
hakikat kemanusiaan.
DAMAI
SEJAHTERA SEBAGAI TUJUAN HUKUM
Thomas Hobbes
mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban sosial,
sejak itu pula ketertiban dipandang sebagai sesuatu yang mutlak harus diciptakan
oleh hukum. Dari kutipan itu jelas bahwa di dalam keadaan damai sejahtera
(peace) terdapat kelimpahan, yang kuat tidak menindas yang lemah, yang berhak
benar-benar mendapatkan haknya, dan adanya perlindungan hukum bagi rakyatnya.
v
L. J. Van Apeldoorn
menyatakan usulan mengenai daftar kepentingan yang dilindungi tidak lain
daripada usulan yang timbul dari agenda politik.
v
Roscoe Pound yang menyatakan bahwa hukum
sebagai sarana social engineering.
Untuk menelaah
lebih jelas tentang pengertian keadilan ini perlu kiranya dirujuk pandangan
hukum alam klasik yang diajarkan oleh Thomas Aquinas. Dengan mengikuti pandangan
Aristoteles, Thomas Aquinas mengemukakan dua macam keadilan, yaitu keadilan distributif
(iustitia distributifa) keadilan komutatif (iustitia commutativa).
KEPASTIAN
HUKUM
Di dalam hukum
kontrak terdapat suatu prinsip bahwa perjanjian yang dibuat dengan iktikad baik
mengikat para pembuatnya sebagaimana undang-undang. Apabila hal ini disimpangi
oleh pengadilan telah menyimpangi sesuatu yang telah disepakati oleh para pihak
sehingga mengancam kepastian hukum.
Aturan hukum,
baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis, dengan
demikian, berisi aturan-aturan yang
bersifat umum yang menjadi pedoman bagi individu
bertingkah laku dalam hidup
bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu
maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu.
Ø Oleh
Roscoe Pund mengatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya predictability.
Dalam menjaga
kepastian hukum, peran pemerintah dan peradilan sangat penting. Pemerintah
tidak boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh undang-undang
atau bertentangan dengan undang-undang.
ANTINOMI
DALAM HUKUM
Dalam
literatur-literatur klasik dikemukakan antinomi antara kepastian hukum dan
keadilan. Menurut literatur-literatur, kedua hal itu tidak dapat diwujudkan
sekaligus dalam situasi yang bersamaan. menghadapi
antinomi tersebut peran penerap hukum sangat diperlukan, Peranan tersebut akan
terlihat pada saat penerap hukum dihadapkan kepada persoalan yang konkret.
Ø Ulpianus
yang menyatakan : iuris præcepta sunt
haechoneste viverem alterum non-lædere, suum cuique tribuere, yang kalau diterjemahkan
secara bebas artinya, “perintah hukum adalah hidup jujur tidak merugikan sesame
manusia, dan setiap orang mendapat bagiannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum (edisi
revisi). Jakarta: Kencana. 2012
thanks mas / mbak ..
BalasHapus